Devisa
“Perlu
kontrol terhadap sistem devisa bebas”…
”Cadangan
devisa negara mencapai rekor tertinggi dalam sejarah perekonomian nasional
yaitu US$ 36,2 Milyar”…
“Walaupun sejak
Indonesia merdeka Rupiah sudah dikaitkan dengan US$ , sanering dan obligasi
waktu itu merupakan jalan yang harus ditempuh karena :
Pada awal kemerdekaan
jumlah devisa indonesia
masih sangat minim dan kegiatan eksport –import belum berjalan sebagaimana
mestinya”...
Kata-kata Sistem Devisa ,Cadangan
Devisa,Devisa, begitu sering terdengar sehingga kita akrab dibuatnya.
Tapi apa sih
Devisa? ….
Itu
“kan urusan
Negara”?Tidak
juga,karena sebagai warga Negara.baik sebagai professional,pengusaha dll
ditengah era Globalisasi ini sangat mungkin aktifitasnya berhubungan erat
dengan transaksi perdagangan international, eksport-import .Kita sangat perlu
mengetahui tentang devisa. Sebagai pribadi sukses yang ingin terus sukses,paling
tidak perlu untuk pengembangan wawasan pengetahuan diri sendiri untuk bekal
(yang pasti dibutuhkan) dikemudian hari.
Dibawah ini uraian tentang Devisa dikumpulkan dari bebagai sumber yang
semoga bisa bermanfaat untuk menambah pemahaman kita.
A. SEBELUM KEMERDEKAAN INDONESIA
I.Sebelum 22 Mei 1940 (Sistem Devisa Bebas)
Sebelum tanggal 22 Mei 1940 ,lalu
lintas devisa di Indonesia masih bebas .Pada Waktu itu belum diadakan
undang-undang atau peraturan mengenai lalu lintas devisa. Siapapun boleh
membeli atau menjual alat pembayaran luar negeri dari/atau kepada bank tanpa
ijin pemerintah.Bank mempunyai catatan dari nilai valuta (koors notering) yang
dapat digunakan dipasaran bebas.
II.Sesudah 22 Mei 1940(Sistem Devisa Terbatas)
Deviezen
Ordonnatie dan Deviezen Verordoning (1940) Sebagai Ketentuan Pelaksanaannya.
Sesudah 22 Mei 1940 ditetapkan suatu
peraturan devisa yaitu Deviezen Ordonnantie yang tujuannya adalah untuk
mencegah penggunaan devisa secara bebas yang dapat mempengaruhi cadangan devisa
.Sebenarnya ketentuan ini dikeluarkan oleh pemerintah Belanda untuk melindungi
kepentingannya karena adanya pendudukan negeri Balanda oleh Jerman pada tanggal
10 Mei 1940.
Deviezen Ordonnantie dan Deviezen
Verordoning 1940 tersebut pada hakekatnya dikeluarkan untuk kepentingan
pemerintah Hindia belanda dan prinsip2 pokok yang dikandung didalamnya adalah :
a.
penguasaan dari seluruh devisa yang diperoleh
dari kegiatan kegiatan di Indonesia
b.
Pembagian “Penduduk” dan “Bukan penduduk”
c.
Melarang semua tindakan dibidang devisa
kecuali ada ijin khusus dari pemerintah cq LAAPLN
d.
Pengaturan mengenai efek-efek yang terutama
menjamin modal Belanda.
Dengan berlakunya ketentuan tersebut
maka semua kegiatan devisa dilarang kecuali dengan ijin khusus ataupun umum. Ketentuan ini tidak
mengatur/merumuskan mengenai pengertian”Devisa” tetapi hanya memerinci hal-hal termasuk dalam pengertian devisa
sbb:
a.
Emas(mata uang emas,bahan mata uang emas
yang belum diolah)
b.
Alat alat pembayaran luar negri
c.
Surat-surat berharga luar negri seperti cek,wesel,promes dsb
d.
Piutang luar negri
e.
Benda tidak berujud di luar negri
f.
Benda bergerak dan tidak bergerak di luar
negri
Dari pengertian tersebut diatas
ternyata pengertian devisa tidak hanya terbatas pada mata uang asing
saja,tetapi termasuk juga benda bergerak dan tidak bergerak.
B.SETELAH KEMERDEKAAN INDONESIA
I.Era Orde Lama(Sistem Devisa Terbatas)
1.Himpunan
Ketentuan2 Penyelenggaraan Mengenai Depisen(HKPD)
- Himpunan ini disusun oleh suatu team LAAPLN pada bulan Maret 1963 yang dimaksudkan sebagai kodifikasi beribu-ribu (+/- 3000 peraturan) yang telah dikeluarkan LAAPLN berdasarkan kekuasaan yang telah diberikan oleh Deviezen ordonnantie dan Deviezen Verordoning 1940. LAAPLN Adalah suatu Badan Hukum yang merupakan singkatan dari “Lembaga Alat-Alat Pembayaran Luar Negri (LAAPLN)” berdiri 11 Maret 1950 yang berkedudukan di Jakarta dan mempunyai tugas mengembangkan penyediaan devisa yang dibutuhkan untuk melindungi Rumah Tangga Negara serta menggunakan persediaan itu secara effektif.Status LAAPLN ini berubah berdasarkan peraturan pemerintah No.19 tanggal 27/2/1954 dimana dinyatakan bahwa tugas LAAPLN diselenggarakan oleh Bank Indonesia dengan Pengawasan Dewan Moneter yang terdiri dari :
- Menteri Keuangan (merangkap anggota)
- Menteri Pembangunan
- Menteri Produksi
- Menteri Distribusi
- Gubernur Bank Indonesia
HKPD ini tidak berumur panjang karena
dibatalkan dengan adanya UU No. 32 tanggal 20-12-1964
Deviezen Ordonnantie dan Deviezen Verordoning ini antara
lain mengatur:
- Kriteria Penduduk” dan “Non Penduduk” yang digunakan untuk melindungi kepentingan Belanda.
- B.Tanjung Pinang yang diperlakukan “Luar Negri” dan berlaku mata uang Straits Dollar
- Adanya suatu Badan Hukum yang dinamakan “Lembaga Alat-Alat Pembayaran Luar Negri (LAAPLN)” berdiri 11 Maret 1950 yang berkedudukan di Jakarta dan mempunyai tugas mengembangkan penyediaan devisa yang dibutuhkan untuk melindungi Rumah Tangga Negara serta menggunakan persediaan itu secara effektif.Status LAAPLN ini berubah berdasarkan peraturan pemerintah No.19 tanggal 27/2/1954 dimana dinyatakan bahwa tugas LAAPLN diselenggarakan oleh Bank Indonesia dengan Pengawasa Dewan Moneter yang terdiri dari :
- Menteri Keuangan (merangkap anggota)
- Menteri Pembangunan
- Menteri Produksi
- Menteri Distribusi
- Gubernur Bank Indonesia
- Adanya dana devisa (Deviezen Fonds) yang berkedudukan di Jakarta yang
diselenggarakan
oleh Bank Indonesia
dan bertugas untuk mengawasidan menyelenggarakan transaksi devisa yang
disesuaikan dengan undang-undang devisa.
- Kontradiksi dengan sebelum 22 Mei 1940 , maka dengan berlakunya Deviezen Ordonnantie ini maka “Penduduk” wajib melaporkan kepada LAAPLN melalui salah satu bank alat-alat pembayaran yang dimilik berupa :
- Emas
- Alat pembayaran Luar Negri
- Kertas Berharga Luar Negri
Pelaporan
tersebut harus juga dilaksanaan oleh “Bukan Penduduk”
- Setiap eksportir yang akan mengekspor harus menutup Kontrak Valuta(KV) melalui salah satu bank devisa .Harga dari barang ekspor tersebut sebelumnya harus disetujui oleh Kantor Urusan Ekspor(KUE).
Kepada
eksportir yang telah melaksanakan ekspordiberikan ijin untuk menggunakan
sebagian hasil eksportersebut untuk mengimpor barang-barang.Surat Ijin tersebut
dinamakan Surat Ijin Valuta Asing(SIVA) yang dapat dipindah tangankan satu
kali.
Sejak 20 juni 1957 eksportir tidak
menerima lagi pembayaran dari bank , dan sebagai gantinya diberikan Bukti
Ekspor(BE).BE ini dapat diperdagangkan dengan kurs harian yang dicatat dalam
Bursa BE di Jakarta.
Sejak Agustus 1959 Bukti Ekspor
dihapus dan diganti dengan Bonus Ekspor
Dengan
berlakunya Bonus Ekspor maka Ketentuan mengenai KV dengan sendirinya menjadi
batal.Penyerahan Valuta ekspor tetap dilakukan oleh Bank Devisa secara sentral
melalui Bursa Valuta Asing(BVA) di Jakarta .
Sejalan
dengan berlakunya ketentuan Bonus Ekspor ,berlaku pula ketentuan mengenai
Devisa Pelengkap(DP).DP adalah pada hakekatnya overpriceyang diterima oleh
eksportir dalam valuta asing.
Penjelasan
detail pada UU No.32, 1964)
- Setiap importir yang akan memasukkan barang wajib memperoleh “Ijin Impor” dan “Ijin Depisen”dari Biro Depisen Perdagangan(BDP) atas nama LAAPLN dengan menutup KV melalui Bank devisa.
Sebelum
Agustus 1959
,importir diwajibkan untuk menyetor uang muka sebesar 230% dari harga pembelian
yang diperhitungkan dalam rupiah dan setelah ijin diperoleh maka importir
membeli BE dan TPI(Tambahan pembayaran Impor).
- Sesudah Agustus 1959 BE dan TPI dihapuskan dan digantikan dengan PUIM(Pungutan Import),importir harus membeli valuta asing di BursaValuta Asing yang berdasarkan pada Kurs 1 US$ = Rp. 45,-
2.Undang-Undang
No.32 Tahun 1964
Dengan diundangkannya UU No.32 ,1964 tentang
peraturan Lalu Lintas Devisa, maka Lalu Lintas Devisa yang dilakukan di Indonesia
mulai Longgar.Devisa dapat dimiliki oleh masyarakat,kecuali devisa yang berasal
dari kekayaan alam dan usaha
Indonesia.Jadi titik berat penguasaan devisa oleh negara hanya dalam
bidang ekspor saja.
Prinsip-prinsip pokok yng terkandung
dalam UU No.32 tahun 1964 ini adalah
a.
Segala tindakan dibidang devisa
diperbolehkan , kecuali yang tegas-tegas dilarang
b.
Pemerintah hanya akan menguasai sumber
devisa terpenting saja.
Hal inilah
yang merupakan perbedaan prinsip antara UU No.32 dan Deviezen Verordening,yaitu
bahwa dalam Deviezen Verordening semua kegiatan devisa dilarang kecuali ada
ijin khusus ataupun umum.Sedangkan dalam UU No.32 tahun 1964 segala tindakan
dibidang devisa dapat dilakukan kecuali yang tegas2 dilarang.
Dalam UU No.32 tahun 1964 dirumuskan
mengenai pergertian
Devisa yaitu:
- Saldo bank dalam Valuta asing yang mepunyai catatan kurs resmi Bank Indonesia
- Valuta asing lainnya tidak termasuk uang logam yang mempunyai catatan kurs dari Bank Indonesia
Dalam pengertian ini dikenal adanya jenis2
Devisa sbb:
a.
Bonus Ekspor (BE) yaitu devisa hasil ekspor
yang harus diserahkan pada negara.
b.
Alokasi Devisa Daerah Otomatis(ADDO) yaitu
devisa hasil ekspor yang harus diserahkan kepada pemerintah daerah Tingkat I
penghasil barang ekspor yang bersangkutan.
c.
Devisa Pelengkap(DP) yaitu devisa yang tidak
harus diserahkan kepada negara seperti overprice dari ekspor.
d.
Bonus Ekspor kredit(BEK) yaitu valuta asing
bantuan luar negri yang oleh Bank Indonesia ditempatkan didalam call
devisa pada bursa valuta asing yang dapat digunakan untuk import dengan syarat
syarat tertentu.
Dibawah UU No. 32 / 1964 ini pula
LAAPLN dibubarkan diganti dengan Biro Lalu Lintas Devisa (BLLD)
II.Era Orde Baru(Sistem Devisa Bebas)
Dengan ditetapkannya PP No. 16 tanggal
17 April 1970 mengenai kebijakan baru dibidang ekspor,impor dan lalu
lintas devisa yang mulai berlaku 17-4-1970,pemerintah bermaksud melancarkan
pelaksanaan pembangunan dengan tetap memelihara stabilitas ekonomi yang telah
dicapai.
Dalam kebijakan baru ini hanya dikenal 2 macam devisa yaitu ;
a. Devisa umum(DU) yaitu devisa yang
diperoleh dari hasil ekspor atau dari penjualan jasa atau dari transfer (devisa
ini merupakan penyatuan devisa BE dan
DP)
b. Devisa Kredit yaitu devisa yang sebelumnya dikenal sebagai
devisa Kredit
Sistem yang dianut dalam devisa
penggunaan umum ialah bahwa siapa saja
dapat dengan bebas memperoleh dan menggunakan devisa umum,tetapi dengan
mengindahkan ketentuan2 yang berlaku dibidang devisa .Lebih memberi keleluasaan
lagi kepada masyarakat untuk membeli , menguasai dan menggunakan devisa setiap
waktu yang diinginkan.Jadi kebijaksanaan bari ini lebih longgar lagi jika
dibandingkan dengan peraturan2 yang berlaku sebelumnya sebagai pelaksanaan UU
No. 32 tahun 1964 .
Berdasarkan PP No. 16/1970 ini ,
sekalipun UU No. 32/1964 masih berlaku dan belum dicabut/ diganti oleh
pemerintah/DPR, BLLD dihapuskan dan fungsinya diambil alih secara penuh oleh
Bank Indonesia.Disamping itu Bank Indonesia mengeluarkan Himpunan Ketentuan
prosedur lalu Lintas Devisa (HKPLLD) yang merupakan ketentuan pelaksanaan dari
PP No.16/1970 tersebut.
III.Era Reformasi(Sistem Devisa Bebas)
Undang-undang No.24 Tahun 1999
Tentang Lalu Lintas Devisa & Sistem Nilai Tukar
-Mencabut
Undang-Undang No.32 Tahun 1964
-Sistem Devisa Bebas namun dilakukan
monitoring secara effektif oleh Bank Indonesia .
-Pelaksanaan
Sistem Devisa dan Sistem Nilai Tukar dilakukan Bank Indonesia
-
Menurut
Undang-undang No.24 Tahun 1999 Tentang Lalu Lintas Devisa &
Sistem Nilai Tukar devisa adalah asset dan kewajiban finansial yang
digunakan dalam transaksi internasional
-Berdasarkan UU
No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang dimaksud sebagai cadangan Devisa
adalah cadangan devisa negara
yang dikuasai oleh Bank Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva Bank Indonesia
yang antara lain berupa emas ,uang kertas asing,dan tagihan lainnya dalam
valuta asing kepada pihak luar negri yang dapat dipergunakan sebagai alat
pembayaran luar negeri
Sumber:
-Majalah Tempo
“Memelihara Devisa Dari Masa ke Masa" , 18 Oktober 1986
-Majalah Tempo "Gunting Sjafruddin" 4 Maret 1989
-Majalah Tempo "Gunting Sjafruddin" 4 Maret 1989
-Training Transaksi
Luar Negri –Overseas Expres Bank ,Jakarta
9-18 September 1991
-Siaran pers BI No.
30/43/PR/SKD tanggal 23 Maret 1998